JAKARTA - Tingginya restitusi pajak menjadi salah satu faktor utama yang menekan penerimaan negara hingga September 2025. Meski sejumlah sektor pajak mencatat pertumbuhan, khususnya dari PPh orang pribadi dan pajak bumi dan bangunan (PBB), namun penurunan pada penerimaan pajak konsumsi dan korporasi membuat kinerja perpajakan secara keseluruhan melambat.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, total penerimaan pajak hingga akhir September 2025 hanya mencapai Rp 1.295,28 triliun. Angka tersebut turun dibandingkan tahun sebelumnya, dipengaruhi restitusi pajak yang meningkat signifikan.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa restitusi pajak, meski menekan penerimaan, sesungguhnya memiliki manfaat dalam menggerakkan perekonomian.
“Karena tahun ini memang terjadi peningkatan restitusi pajak. Restitusi ini artinya dikembalikan ke masyarakat, kepada dunia usaha, kepada wajib pajak sehingga uangnya beredar di tengah-tengah perekonomian,” ungkap Suahasil dalam konferensi pers di Jakarta.
Penerimaan Pajak Konsumsi dan Korporasi Turun
Jika ditelisik lebih dalam, kinerja penerimaan pajak pada periode ini menunjukkan penurunan cukup tajam di dua pos utama, yakni pajak penghasilan badan (PPh badan) serta pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN & PPnBM).
PPh badan tercatat hanya mencapai Rp 215,10 triliun hingga September 2025. Angka ini turun 9,4% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
PPN & PPnBM mencatat penerimaan sebesar Rp 474,44 triliun, atau turun 13,2% dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan ini mencerminkan melambatnya aktivitas konsumsi dan tekanan pada kinerja korporasi di tengah kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian.
Sektor Pajak Lain Masih Tumbuh
Di tengah penurunan pada dua sektor utama tersebut, beberapa jenis pajak lain justru mencatatkan pertumbuhan positif. Penerimaan PPh orang pribadi (PPh OP) misalnya, mampu tumbuh signifikan hingga 39,8% year on year. Nilainya mencapai Rp 16,82 triliun.
Selain itu, penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) juga mencatat kenaikan sebesar 17,6%, dengan total penerimaan mencapai Rp 19,50 triliun hingga September 2025.
Pertumbuhan pada kedua sektor ini menunjukkan bahwa kontribusi masyarakat individu dan pajak properti tetap memberikan sumbangan positif, sekalipun konsumsi dan korporasi tengah mengalami tekanan.
Tantangan dan Kebijakan Pemerintah
Penurunan penerimaan pajak konsumsi dan korporasi bukanlah hal yang berdiri sendiri. Kondisi global yang penuh ketidakpastian, ditambah gejolak harga komoditas serta fluktuasi nilai tukar, memberi dampak langsung pada daya beli masyarakat maupun laba korporasi.
Di sisi lain, pemerintah tetap konsisten mengelola restitusi pajak secara transparan dan akuntabel. Dana yang dikembalikan kepada wajib pajak diharapkan dapat menjadi stimulus bagi roda perekonomian nasional.
Suahasil menekankan bahwa restitusi pajak bukan sekadar beban negara, melainkan instrumen untuk mendorong likuiditas dunia usaha. “Uang yang kembali kepada masyarakat dan dunia usaha pada akhirnya akan berputar, sehingga diharapkan memberi multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Strategi Memperkuat Penerimaan Pajak
Menghadapi tren penurunan ini, pemerintah perlu memperkuat strategi penerimaan pajak melalui beberapa langkah. Pertama, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, baik korporasi maupun individu, dengan sistem administrasi yang lebih sederhana dan transparan. Kedua, memperluas basis pajak agar tidak terlalu bergantung pada sektor-sektor tertentu.
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa penerimaan dari sektor yang tumbuh, seperti PPh OP dan PBB, dapat dioptimalkan. Upaya digitalisasi perpajakan yang tengah dijalankan Kemenkeu diharapkan mampu meningkatkan efisiensi sekaligus mendorong transparansi dalam proses pemungutan pajak.
Prospek Penerimaan Pajak ke Depan
Meski kinerja hingga September 2025 menunjukkan tren menurun, prospek penerimaan pajak hingga akhir tahun masih terbuka untuk perbaikan. Hal ini akan sangat bergantung pada perkembangan ekonomi domestik dan global dalam beberapa bulan mendatang.
Jika konsumsi masyarakat kembali menguat menjelang akhir tahun, penerimaan PPN berpeluang membaik. Begitu pula dengan PPh badan, yang sangat dipengaruhi oleh kinerja laba korporasi pada kuartal terakhir.
Namun, jika ketidakpastian global masih berlanjut, maka penerimaan pajak bisa tetap tertekan. Dalam situasi ini, optimalisasi restitusi sebagai stimulus ekonomi menjadi sangat penting untuk menjaga daya tahan dunia usaha.
Kinerja penerimaan pajak hingga September 2025 menghadirkan gambaran campuran. Di satu sisi, PPh badan dan PPN & PPnBM mengalami penurunan signifikan, masing-masing turun 9,4% dan 13,2% dibanding tahun sebelumnya. Namun di sisi lain, PPh orang pribadi dan PBB justru mencatat pertumbuhan positif, masing-masing naik 39,8% dan 17,6%.
Faktor restitusi pajak menjadi kunci yang memengaruhi angka total penerimaan. Meski terlihat menekan kas negara, restitusi sejatinya berfungsi sebagai instrumen penggerak ekonomi dengan mengembalikan dana ke masyarakat dan dunia usaha.
Pemerintah kini dihadapkan pada tantangan menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan kebutuhan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Dengan strategi yang tepat, penerimaan pajak ke depan diharapkan kembali berada di jalur positif, sembari tetap mendukung aktivitas ekonomi nasional secara berkelanjutan.