JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan imbauan kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya paparan sinar ultraviolet (UV) yang kini mencapai kategori tinggi hingga sangat tinggi di sebagian besar wilayah Indonesia.
Fenomena ini terjadi seiring kondisi cuaca panas yang melanda berbagai daerah di masa pancaroba atau peralihan musim kemarau menuju musim hujan.
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menjelaskan bahwa hasil pemantauan menunjukkan indeks sinar ultraviolet di beberapa wilayah berada pada level yang dapat menimbulkan risiko kesehatan jika masyarakat terpapar langsung dalam durasi yang lama. Menurutnya, situasi ini perlu diantisipasi dengan langkah-langkah perlindungan diri, terutama bagi masyarakat yang sering beraktivitas di luar ruangan.
“Paparan sinar matahari langsung pada indeks UV tinggi dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata dalam hitungan menit. Karena itu, masyarakat perlu melindungi diri saat beraktivitas di luar ruangan,” ujar Andri. Ia menegaskan pentingnya tindakan pencegahan sederhana untuk menghindari dampak jangka panjang dari paparan radiasi sinar ultraviolet yang berlebihan terhadap kesehatan manusia.
Langkah Perlindungan Diri Saat Terik Matahari
Dalam penjelasannya, Andri menyarankan agar masyarakat menghindari paparan langsung sinar matahari pada jam-jam kritis, terutama dari pagi menjelang siang hari. Ia menekankan pentingnya penggunaan perlengkapan pelindung seperti topi, jaket, kacamata hitam, payung, dan tabir surya saat beraktivitas di luar rumah.
Selain itu, masyarakat juga diingatkan untuk menjaga asupan cairan tubuh dengan memperbanyak konsumsi air putih agar terhindar dari dehidrasi. Aktivitas fisik berat di bawah terik matahari juga sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan risiko heatstroke atau kelelahan akibat panas ekstrem.
BMKG mencatat bahwa dalam beberapa hari terakhir, potensi cuaca cerah dan terik paling sering terjadi pada pagi hingga siang hari. Suhu maksimum udara di beberapa wilayah bahkan mencapai hingga 38°C. Kondisi ini menandakan adanya peningkatan suhu yang cukup signifikan dibandingkan rata-rata suhu normal tahunan di Indonesia.
Sebaran Suhu Panas di Berbagai Wilayah Indonesia
Data pengamatan menunjukkan suhu tertinggi tercatat di sejumlah daerah. Di Karanganyar, Jawa Tengah, suhu udara mencapai 38,2°C, sementara di Majalengka, Jawa Barat, mencapai 37,6°C. Di wilayah Papua, tepatnya Boven Digoel, suhu tercatat 37,3°C, sedangkan Surabaya di Jawa Timur mencapai 37,0°C. Angka ini menggambarkan betapa intensnya paparan sinar matahari di berbagai kawasan Tanah Air.
Untuk wilayah Jabodetabek, suhu maksimum tercatat mencapai 35°C dalam dua hari terakhir. Berdasarkan data BMKG, suhu di Banten mencapai 35,2°C, wilayah Kemayoran berkisar antara 33,4–35,2°C, Halim 34,0–34,9°C, Curug 33,5–34,6°C, Tanjung Priok 32,8–34,4°C, serta wilayah sekitar Jawa Barat antara 33,6–34,0°C.
Kondisi suhu tinggi ini tidak hanya membuat udara terasa panas dan menyengat, tetapi juga berpotensi memengaruhi aktivitas harian masyarakat. Banyak warga mengeluhkan suhu udara yang meningkat tajam sejak pagi hari dan tetap panas hingga sore. BMKG mengingatkan agar masyarakat menyesuaikan jadwal kegiatan di luar rumah dengan kondisi cuaca dan selalu mempersiapkan perlindungan diri yang memadai.
Faktor Alam di Balik Suhu Panas dan Intensitas UV
Andri menambahkan, fenomena suhu udara yang tinggi kali ini terjadi bersamaan dengan masa pancaroba, yaitu masa peralihan antara musim kemarau dan musim hujan. Ciri khas dari periode ini adalah suhu udara yang sangat panas pada siang hari, sementara pada sore hingga malam dapat terjadi hujan disertai petir dan angin kencang.
“Cuaca yang terasa sangat panas dalam beberapa hari terakhir disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah gerak semu matahari yang pada bulan Oktober berada sedikit di selatan ekuator, sehingga wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan menerima penyinaran matahari yang lebih intens,” jelas Andri. Fenomena ini menyebabkan radiasi matahari langsung jatuh di sebagian besar wilayah Indonesia, meningkatkan potensi paparan sinar ultraviolet yang berbahaya.
Selain faktor posisi matahari, penguatan angin timuran juga turut berpengaruh. Angin ini membawa massa udara kering dari Benua Australia, atau dikenal dengan istilah Australian Monsoon, yang berkontribusi pada peningkatan suhu udara di berbagai wilayah Indonesia. Massa udara kering tersebut menyebabkan kelembapan menurun sehingga udara terasa lebih panas dan sinar matahari lebih terik.
BMKG menilai kondisi panas ekstrem ini masih berpotensi berlanjut selama beberapa waktu, terutama di wilayah yang belum mulai memasuki musim hujan. Karena itu, masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam menjaga kesehatan, mengatur pola aktivitas, serta memperhatikan kondisi tubuh agar tidak mengalami gangguan akibat cuaca ekstrem.
Andri menegaskan bahwa kesiapsiagaan masyarakat terhadap kondisi cuaca panas perlu ditingkatkan. Langkah-langkah pencegahan sederhana seperti mengenakan pakaian tertutup, menggunakan tabir surya, dan menghindari paparan sinar matahari pada puncak intensitasnya bisa membantu mencegah dampak negatif dari sinar ultraviolet.
Ia juga mengingatkan bahwa kesadaran terhadap risiko sinar UV bukan hanya penting untuk menjaga kesehatan kulit, tetapi juga untuk melindungi mata dari risiko kerusakan jangka panjang. Dengan disiplin menerapkan langkah pencegahan, masyarakat dapat tetap beraktivitas dengan aman meskipun cuaca terasa panas dan menyengat.
Kondisi panas dan paparan sinar ultraviolet tinggi ini menjadi pengingat penting bahwa perubahan pola iklim global turut memengaruhi keseharian masyarakat Indonesia. Dengan memahami faktor-faktor penyebab dan cara melindungi diri, diharapkan masyarakat dapat beradaptasi dan tetap menjaga kesehatan di tengah tantangan cuaca ekstrem yang terus terjadi.