JAKARTA - Pasar otomotif Indonesia kini berada dalam situasi yang mengkhawatirkan. Lesunya penjualan mobil dalam beberapa bulan terakhir menjadi alarm bagi industri, terutama ketika Malaysia berhasil menyalip angka penjualan Indonesia pada Agustus 2025.
Data menunjukkan bahwa penjualan mobil secara retail—atau penyaluran dari diler ke konsumen—di Malaysia mencapai 73.041 unit pada bulan tersebut. Sementara itu, Indonesia hanya mencatat 66.478 unit.
Meskipun secara kumulatif penjualan tahunan Indonesia masih unggul di kawasan Asia Tenggara, capaian ini menunjukkan tren penurunan yang patut diwaspadai. Jika situasi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Indonesia kehilangan statusnya sebagai pasar otomotif terbesar di ASEAN.
Peringatan ini juga disampaikan oleh sejumlah pengamat industri yang menilai target penjualan mobil nasional di kisaran 850 ribu unit—sebagaimana ditetapkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo)—berpotensi tidak tercapai tahun ini.
Toyota Ingatkan Risiko Hilangnya Kepercayaan Investor
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Bob Azam, menegaskan pentingnya menjaga posisi Indonesia sebagai pasar otomotif terbesar di kawasan. Ia menilai, jika penjualan mobil di Indonesia terus menurun dan akhirnya disalip oleh Malaysia, hal tersebut bisa berdampak langsung terhadap minat investor global.
“Kalau nanti disalip Malaysia, nanti investor merasa bahwa pasar terbesarnya bukan di Indonesia,”
ujar Bob Azam kepada KatadataOTO belum lama ini.
Menurutnya, investor akan menilai negara tujuan investasi berdasarkan potensi pasar dan daya serap konsumen. Bila angka penjualan terus menurun, maka kepercayaan terhadap stabilitas pasar otomotif Indonesia bisa goyah.
Bob menjelaskan, Indonesia sejatinya cukup sukses menarik minat investor, khususnya dari Tiongkok. Hal ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai program insentif, terutama untuk kendaraan listrik (EV) impor.
Berkat subsidi dan insentif fiskal tersebut, penjualan mobil listrik asal Tiongkok mengalami lonjakan signifikan. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan insentif seperti ini tidak dihentikan secara tiba-tiba, sebab perannya masih sangat penting dalam menjaga gairah pasar otomotif nasional.
“Jadi sektor-sektor mana yang kalau dikasih insentif, dia bisa menciptakan pendapatan lebih besar dari pada insentifnya. Sehingga tidak memberatkan fiskal,”
tegas Bob.
Insentif Masih Jadi Senjata Utama Dorong Penjualan
Pemberian insentif dinilai menjadi strategi kunci untuk memulihkan daya beli masyarakat sekaligus menarik minat investor baru. Pemerintah Indonesia, melalui berbagai kebijakan seperti subsidi mobil listrik dan pengurangan pajak kendaraan tertentu, terbukti mampu meningkatkan penjualan di beberapa segmen.
Namun, menurut para pelaku industri, tantangan terbesar terletak pada stabilitas ekonomi nasional. Meski tingkat inflasi mulai terkendali, daya beli konsumen belum sepenuhnya pulih.
Situasi tersebut terlihat dari data penjualan mobil bulan September 2025, yang menunjukkan tren penurunan. Penjualan retail hanya mencapai 62.723 unit, turun sekitar 4,20 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Jika tren ini tidak segera dibalik, target Gaikindo sebesar 850 ribu unit pada akhir tahun akan sulit dicapai.
Bob Azam menambahkan, laporan penjualan mobil Indonesia menjadi indikator penting yang dipantau oleh investor global. Ketika penjualan menurun, persepsi terhadap daya tarik pasar pun ikut terpengaruh.
Selain insentif, kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, produsen, dan lembaga keuangan diperlukan agar konsumen dapat mengakses pembiayaan kendaraan dengan lebih mudah. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan volume penjualan tanpa membebani fiskal negara secara berlebihan.
Peta Penjualan: Toyota Masih Dominan, Pasar Tetap Lesu
Walaupun industri otomotif tengah menghadapi tekanan, sejumlah merek masih menunjukkan performa kuat. Toyota tetap bertahan di posisi puncak penjualan dengan total 20.733 unit sepanjang September 2025.
Di bawahnya, Daihatsu menempati urutan kedua dengan 11.390 unit, sementara Suzuki mencatatkan 5.477 unit mobil yang berhasil dikirimkan ke konsumen.
Kendati begitu, secara keseluruhan pasar masih bergerak lambat. Dari Januari hingga September 2025, total penjualan mobil baru di Indonesia baru mencapai 585.917 unit. Dengan sisa waktu tiga bulan menuju akhir tahun, industri otomotif harus menambah sekitar 200 ribu unit lagi agar target tahunan dapat tercapai.
Namun, dengan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan ketatnya persaingan regional, capaian tersebut tampak sulit direalisasikan tanpa intervensi kebijakan tambahan.
Pemerintah diharapkan dapat memberikan sinyal kuat berupa kepastian regulasi dan dukungan fiskal agar pelaku industri lebih percaya diri berinvestasi dan meningkatkan produksi.
Menatap 2026: Momentum Pemulihan atau Titik Balik Pasar
Industri otomotif nasional kini berada di persimpangan. Di satu sisi, potensi pasar Indonesia masih sangat besar dengan jumlah populasi dan tingkat urbanisasi yang terus meningkat. Namun di sisi lain, tekanan ekonomi dan ketidakpastian kebijakan bisa menjadi batu sandungan.
Jika kondisi ini tidak segera diatasi, bukan hanya penjualan mobil yang akan stagnan, tetapi juga potensi investasi jangka panjang yang berisiko berpindah ke negara tetangga.
Peringatan yang disampaikan oleh Toyota menjadi refleksi penting bagi semua pihak. Indonesia harus mampu menjaga momentum pertumbuhan dengan strategi yang lebih adaptif, terutama menghadapi era transisi ke kendaraan listrik dan perubahan preferensi konsumen.
Dalam jangka panjang, stabilitas pasar otomotif tak hanya ditentukan oleh angka penjualan, tetapi juga oleh sejauh mana industri mampu berinovasi, mempertahankan investor, dan menjaga kepercayaan pasar domestik maupun global.
Pertahankan Daya Saing atau Kehilangan Peluang
Penurunan penjualan mobil di Indonesia bukan sekadar persoalan statistik, tetapi sinyal kuat bahwa industri otomotif nasional membutuhkan dorongan baru. Ketika Malaysia berhasil mencatat pertumbuhan, Indonesia harus berbenah agar tetap menjadi magnet utama bagi investasi regional.
Langkah-langkah strategis seperti optimalisasi insentif, perbaikan regulasi, dan dukungan terhadap kendaraan ramah lingkungan perlu terus diperkuat. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya mempertahankan posisinya sebagai pasar terbesar di ASEAN, tetapi juga menjadi pusat inovasi dan produksi otomotif yang berdaya saing tinggi.