Penerbitan Obligasi

Penerbitan Obligasi Berkelanjutan Global Naik, Indonesia Justru Turun

Penerbitan Obligasi Berkelanjutan Global Naik, Indonesia Justru Turun
Penerbitan Obligasi Berkelanjutan Global Naik, Indonesia Justru Turun

JAKARTA - Pasar keuangan dunia menunjukkan dinamika menarik di sektor surat berharga berkelanjutan atau sustainable debt. Di saat mayoritas negara emerging markets (EM) mencatatkan pertumbuhan penerbitan, Indonesia justru menghadapi tren sebaliknya dengan nilai yang menurun signifikan.

Laporan terbaru Bloomberg mencatat, kontribusi emerging markets terhadap total penerbitan surat utang berkelanjutan global mencapai 18% dengan nilai fantastis, yakni US$310,49 miliar. Angka ini menegaskan betapa besar peran kawasan berkembang dalam mendukung agenda pembiayaan hijau dan transisi energi bersih.

Namun, di tengah optimisme global, data memperlihatkan bahwa Indonesia mengalami perlambatan tajam. Per Agustus 2025, penerbitan surat utang berkelanjutan Indonesia hanya US$3,36 miliar, turun drastis dibanding 2024 yang sempat mencapai US$7,26 miliar.

Lonjakan di Kawasan Asia Pasifik

Bloomberg ESG Analyst Grace Osborne menjelaskan bahwa dalam waktu dekat pasar global akan menghadapi gelombang pembiayaan kembali (refinancing). Hal itu dipicu oleh besarnya nilai surat utang berkelanjutan yang akan jatuh tempo pada akhir 2026.

“Lebih dari 30% dari nilai outstanding dari obligasi berkelanjutan mencapai jatuh tempo pada akhir 2026,” tulis Osborne dalam catatannya.

Sejalan dengan prediksi tersebut, kawasan Asia Pasifik menempati posisi teratas dalam penerbitan obligasi berkelanjutan. China menjadi motor utama dengan nilai penerbitan US$123,17 miliar hingga Agustus 2025. Angka ini nyaris menyamai total penerbitan sepanjang 2024 yang sebesar US$128,39 miliar.

Di belakang China, Korea Selatan dan Taiwan mencatatkan performa gemilang dengan masing-masing nilai penerbitan US$38,21 miliar dan US$20,32 miliar. Turki dan India juga memperlihatkan momentum positif dengan penerbitan dua digit, yakni US$15,49 miliar dan US$10,98 miliar.

Lonjakan dari Asia Pasifik ini sekaligus mempertegas tren berlanjutnya fokus pada sektor energi bersih. Proyek transisi energi, pengurangan emisi karbon, hingga pendanaan infrastruktur hijau masih menjadi penawaran utama dalam obligasi berkelanjutan di kawasan tersebut.

Indonesia Justru Turun

Berbeda dengan negara-negara tetangga di Asia, Indonesia menghadapi tantangan tersendiri. Dengan hanya membukukan penerbitan US$3,36 miliar per Agustus 2025, kinerja tahun ini merosot tajam dibandingkan capaian 2024 senilai US$7,26 miliar.

Penurunan ini menjadi sinyal bahwa ekosistem pendanaan berkelanjutan di dalam negeri masih memerlukan penguatan, baik dari sisi regulasi, kesiapan emiten, maupun minat investor. Di saat negara lain mampu menggenjot penerbitan, Indonesia justru perlu mencari cara untuk meningkatkan daya saing dalam menarik dana berwawasan lingkungan.

Bagi investor global, tren ini bisa memunculkan persepsi bahwa Indonesia perlu lebih agresif dalam memanfaatkan peluang besar dari pasar obligasi berkelanjutan yang sedang berkembang pesat di kawasan.

Kontras dengan Amerika Latin

Tak hanya Indonesia, anomali lain juga terlihat dari Amerika Latin, khususnya Brasil sebagai tuan rumah COP30 tahun ini. Bloomberg Intelligence ESG Senior Strategist Chris Ratti mencatat bahwa penerbitan surat utang berkelanjutan dari kawasan tersebut turun drastis, yakni 61% per Agustus 2025 dibanding periode 12 bulan sebelumnya.

Adapun Brasil mengalami penurunan hingga 48%, dari US$11,89 miliar pada 2024 menjadi hanya US$6,02 miliar pada tahun ini.

“Penurunan ini mengejutkan karena Amerika Latin merupakan kawasan paling berisiko bencana kedua di dunia. Setidaknya terdapat lebih dari 2.300 bencana alam sepanjang 2000–2024. Penawaran yang turun dari pemerintah menjadi penyebab tren ini,” tulis Ratti.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa meskipun kesadaran akan risiko iklim tinggi, implementasi kebijakan dan realisasi penerbitan surat utang berkelanjutan belum sejalan dengan kebutuhan pendanaan untuk mitigasi bencana.

Momentum Global untuk Transisi Energi

Secara keseluruhan, pasar surat utang berkelanjutan global masih dalam tren meningkat, dengan Asia Pasifik menjadi episentrum pertumbuhan. Peningkatan nilai penerbitan menandakan minat investor yang kuat terhadap instrumen keuangan berbasis ESG (Environmental, Social, and Governance).

Investasi dalam obligasi hijau dan instrumen sejenis dipandang sebagai langkah strategis untuk mendukung transisi energi bersih, pengurangan emisi, hingga pembangunan infrastruktur berkelanjutan.

Bagi Indonesia, momentum ini seharusnya menjadi peluang besar. Penurunan yang terjadi tahun ini dapat menjadi peringatan agar pemerintah dan emiten lebih giat menggarap instrumen pembiayaan hijau. Selain itu, kebijakan insentif, penataan regulasi, serta peningkatan literasi pasar modal hijau bagi investor domestik bisa menjadi kunci untuk memperbaiki tren di tahun-tahun mendatang.

Pasar obligasi berkelanjutan sedang menunjukkan geliat positif di emerging markets, dengan kontribusi signifikan dari kawasan Asia Pasifik. Namun, Indonesia justru menurun di tengah tren global yang meningkat.

Ke depan, tantangan bagi Indonesia adalah bagaimana mengakselerasi penerbitan obligasi berkelanjutan agar mampu bersaing dengan negara-negara lain yang telah lebih dulu menempatkan diri sebagai pemain utama. Dengan strategi yang tepat, Indonesia tetap berpotensi menjadi salah satu pusat pertumbuhan pembiayaan hijau di kawasan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index