Danantara

Danantara Siapkan Investasi Jumbo Proyek Waste to Energy

Danantara Siapkan Investasi Jumbo Proyek Waste to Energy
Danantara Siapkan Investasi Jumbo Proyek Waste to Energy

JAKARTA - PT Danantara Investment Management (Persero) / DIM bersiap menyalurkan dana hampir Rp100 triliun untuk mewujudkan proyek Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di sejumlah daerah prioritas. Proyek waste-to-energy (WtE) ini dirancang untuk mengubah masalah sampah menjadi sumber energi listrik sekaligus meringankan beban pemerintah daerah terkait biaya pembuangan sampah.

Menurut Stefanus Ade Hadiwidjaja, Managing Director Investment Danantara, estimasi kebutuhan investasi untuk satu titik PSEL berkapasitas 1.000 ton per hari mencapai Rp2 triliun–Rp3 triliun, termasuk pembangunan infrastruktur pendukung.

“Bujetnya bisa cukup luas, mungkin untuk kapasitas seribu ton per hari, kira-kira antara Rp2 triliun–Rp3 triliun total investasinya, termasuk untuk infrastruktur pendukungnya,” ucap Stefanus dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (30 September 2025).

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, terdapat 33 kabupaten/kota yang masuk daftar lokasi prioritas pembangunan fasilitas PSEL. Dengan asumsi kebutuhan Rp2 triliun–Rp3 triliun per lokasi, total kebutuhan investasi berkisar Rp66 triliun–Rp99 triliun. Daerah prioritas meliputi Jakarta (9.974 ton sampah per hari), Kabupaten Bogor (2.884 ton), Kabupaten Bekasi (2.587 ton), Kota Bekasi (2.146 ton), dan Kota Surabaya (1.838 ton), yang masuk kategori darurat karena keterbatasan kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Skema Kerja Sama dan Pendanaan

Stefanus menekankan bahwa pembiayaan proyek tidak hanya berasal dari Danantara, melainkan juga terbuka bagi keterlibatan swasta maupun BUMD. Proses pemilihan mitra akan dilakukan secara terbuka melalui mekanisme tender.

“Kami akan undang partner dan teknologi, baik itu swasta maupun dari luar, atau bahkan kami bisa mengajak pemerintah daerah dan BUMD untuk terlibat,” jelas Stefanus.

CEO Danantara Indonesia, Rosan Roeslani, menyatakan bahwa persoalan sampah telah menjadi masalah darurat nasional, dengan total timbunan mencapai 35 juta ton per tahun, setara 16.500 lapangan sepak bola.

“Kami meyakini waste-to-energy adalah solusi jangka panjang yang bisa menyatukan isu lingkungan, kesehatan dan juga energi,” pungkas Rosan.

Persiapan proyek PSEL sudah dilakukan selama beberapa bulan terakhir, termasuk benchmarking teknologi di berbagai negara. Salah satu model yang paling umum dipakai adalah teknologi WtE berbasis insinerator. Peluncuran proyek dijadwalkan akhir Oktober 2025, dengan tahap awal difokuskan di Jakarta. Selanjutnya, proyek akan dijalankan di Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, serta beberapa daerah lain yang telah menyatakan kesiapan, termasuk Bekasi dan Tangerang.

Dengan kapasitas minimal 1.000 ton sampah per hari, setiap PSEL diperkirakan dapat menghasilkan 15 MW listrik, setara dengan kebutuhan 20.000 rumah tangga.

Skema Bisnis dan Harga Listrik

Dalam penerapan bisnis, PSEL akan menghapus beban tipping fee yang selama ini dibebankan kepada pemerintah daerah. Sebagai gantinya, tarif listrik ditetapkan sekitar US$0,20 per kWh, yang akan dibeli PT PLN (Persero) sebagai offtaker.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan bahwa perusahaan akan mengikuti arahan pemerintah terkait Peraturan Presiden (Perpres) tentang WtE yang tengah digodok.

“Dengan adanya Perpres tentang waste-to-energy, kami siap menjalankannya. Kami akan memastikan nantinya harganya sesuai dengan arahan, ada indikasi 20 sen per kWh,” ujar Darmawan.

Darmawan menjelaskan kapasitas listrik dari PLTSa relatif kecil dibandingkan pembangkit energi baru terbarukan lainnya. Dari 1.000 ton sampah per hari, listrik yang dihasilkan hanya berkisar 15–17 MW dan maksimal 20 MW jika efisiensi tinggi. PLN akan menunggu Perpres sebagai dasar pelaksanaan program. Skemanya, Danantara bersama mitra swasta dan penyedia teknologi akan menginvestasikan proyek, sementara PLN bertindak sebagai offtaker melalui perjanjian jual beli listrik (PJBL).

“Syarat utama PLTSa adalah technical feasible dan commercially available. Kalau dua hal itu terpenuhi, kami berharap pembangkit bisa segera dieksekusi,” kata Darmawan.

Perspektif Pemerintah

Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, menekankan bahwa proyek PSEL akan mengubah paradigma sampah dari ancaman menjadi peluang energi. Teknologi insinerator dinilai mampu mengolah timbunan sampah menjadi listrik, sekaligus mengurangi beban keuangan pemerintah daerah karena tidak lagi membayar tipping fee.

“Ini adalah win-win solution. Rakyat memperoleh lingkungan yang lebih bersih, pemerintah daerah tidak terbebani biaya tambahan, dan negara mendapatkan energi baru yang bernilai ekonomis,” kata Tito.

Proyek WtE Danantara menunjukkan skala investasi nyaris Rp100 triliun, dengan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, BUMD, swasta, dan penyedia teknologi. Proyek ini tidak hanya menyelesaikan persoalan sampah, tetapi juga menghasilkan energi listrik yang dapat dimanfaatkan masyarakat, serta mendorong efisiensi biaya pemerintah daerah.

Langkah strategis ini menjadikan Danantara sebagai pionir proyek PLTSa berskala besar di Indonesia, membuka peluang bagi sektor energi terbarukan dan infrastruktur lingkungan untuk berkembang secara signifikan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index