JAKARTA - Pemerintah menegaskan urgensi revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memperkuat peran BUMN sebagai agen pembangunan dan transformasi ekonomi. Pernyataan ini disampaikan Menteri PANRB Rini Widyantini, yang mewakili Presiden Prabowo Subianto dalam Rapat Paripurna ke-6 DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026. saat pengesahan RUU BUMN menjadi undang-undang.
Rini memaparkan empat alasan utama yang mendorong pemerintah melakukan revisi UU BUMN. Pertama, penataan kelembagaan dianggap penting untuk memisahkan fungsi regulator dan operator secara lebih tegas, sehingga tercipta sinergi yang jelas dalam pengelolaan BUMN. “Pertama, perlunya penataan kelembagaan untuk memposisikan fungsi regulator dan operator yang lebih tegas, sehingga terdapat sinergitas fungsi dalam pengelolaan BUMN,” kata Rini.
Tata Kelola dan Kepastian Hukum
Kedua, pemerintah menilai perlunya penguatan tata kelola BUMN agar lebih akuntabel, transparan, dan sesuai dengan prinsip good corporate governance (GCG). Dengan kerangka ini, BUMN tidak hanya menjadi instrumen bisnis, tetapi juga mampu beroperasi secara profesional, sehat, dan berdaya saing.
Ketiga, revisi UU BUMN memberikan kepastian hukum terkait kedudukan BUMN dalam kerangka penyelenggaraan negara. Kepastian hukum ini diharapkan memperkuat posisi BUMN sebagai entitas strategis nasional yang mampu bersinergi dengan pemerintah dalam pembangunan ekonomi.
Keempat, UU yang baru menekankan BUMN sebagai katalis pembangunan. “Keempat, yaitu dorongan untuk menjadikan BUMN sebagai katalis pembangunan, bukan hanya sebagai penyumbang dividen, tetapi juga sebagai agen transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” ujar Rini.
Dengan demikian, BUMN diharapkan berperan lebih luas dari sekadar pencetak keuntungan, namun juga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang merata.
Larangan Rangkap Jabatan Menteri dan Wakil Menteri
UU BUMN yang direvisi juga mengatur sejumlah ketentuan penting. Salah satunya adalah larangan menteri dan wakil menteri rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Ketentuan ini berlaku paling lama dua tahun setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025, yang dibacakan pada 28 Agustus 2025.
“Ketentuan mengenai rangkap jabatan menteri dan wakil menteri sebagai organ BUMN berlaku paling lama dua tahun terhitung sejak putusan Mahkamah Konstitusi,” jelas Rini.
Selain itu, UU baru juga membuka kesempatan bagi karyawan BUMN menduduki posisi direksi, dewan komisaris, atau jabatan manajerial lain di perusahaan negara, sehingga menciptakan jalur karier yang lebih meritokratis dan profesional.
Perubahan Nomenklatur dan Peran Strategis
UU BUMN yang baru juga mengubah nomenklatur Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN. Rini menekankan bahwa perubahan ini bertujuan untuk memperkuat kerangka hukum dan memberikan ruang bagi BUMN agar dapat berperan lebih strategis.
“Dengan penguatan kerangka hukum ini, BUMN diharapkan dapat berperan lebih strategis sebagai agen pembangunan sekaligus entitas bisnis yang sehat, kompetitif, dan berdaya saing global,” ujarnya.
Dampak bagi Ekonomi dan Transformasi
Revisi UU BUMN diharapkan membawa dampak positif bagi perekonomian, termasuk penguatan struktur organisasi, efisiensi operasional, dan profesionalisasi manajemen. Dengan penataan kelembagaan dan kepastian hukum, pemerintah menekankan bahwa BUMN tidak hanya menjadi penopang penerimaan negara melalui dividen, tetapi juga agen transformasi yang mendorong pertumbuhan inklusif.
UU BUMN yang baru memberi ruang fleksibilitas bagi manajemen untuk mengadopsi praktik terbaik bisnis, meningkatkan transparansi, dan memperkuat mekanisme pengawasan. Dengan prinsip-prinsip good corporate governance, BUMN diharapkan menjadi entitas global yang kompetitif, sekaligus tetap memegang misi pembangunan nasional.
Pemerintah menegaskan bahwa revisi UU BUMN adalah langkah strategis untuk reformasi kelembagaan dan tata kelola. Dengan pemisahan fungsi regulator dan operator, penguatan tata kelola, kepastian hukum, dan penekanan BUMN sebagai katalis pembangunan, diharapkan BUMN mampu berperan lebih luas dalam pembangunan ekonomi nasional.
Larangan rangkap jabatan menteri dan wakil menteri, perubahan nomenklatur, dan pembukaan jalur karier bagi karyawan BUMN menjadi sinyal reformasi yang serius untuk menciptakan sistem bisnis BUMN yang profesional, sehat, dan berdaya saing global.
UU BUMN yang direvisi mencerminkan tekad pemerintah untuk membangun BUMN modern, tidak hanya sebagai sumber dividen negara, tetapi juga sebagai agen perubahan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, sekaligus teladan tata kelola bagi sektor publik dan swasta.